Halaman

Rabu, 24 Agustus 2011

Awa Odori Matsuri

Tari Awa (阿波踊り Awa Odori) adalah tari asal Provinsi Awa (Prefektur Tokushima), Jepang yang ditarikan secara beramai-ramai di berbagai kota dan desa di Prefektur Tokushima untuk menyambut perayaan Obon. Setiap tahun tanggal 12-15 Agustus, tari Awa dilangsungkan di tengah kota Tokushima.

Penari Awa menari dalam kelompok-kelompok yang disebut ren sambil berpawai di jalan-jalan. Satu kelompok penari bisa terdiri dari lusinan penari. Tari Awa adalah sejenis Bon Odori. Penari wanita menari dengan posisi tubuh tegak dan tangan yang digerak-gerakkan di atas kepala. Pria menari dengan pinggul direndahkan, serta gerakan tangan dan kaki yang dinamis. Festival tari Awa sudah diselenggarakan sejak 400 tahun yang lalu, dan merupakan salah satu dari 3 matsuri terbesar di Shikoku. Tari Awa sering dikatakan berasal dari gerakan tari disertai pengucapan doa agama Buddha. Penjelasan lain mengatakan bahwa penguasa Istana Tokushima yang bernama Hachisuka Iemasa memerintahkan penduduk Tokushima untuk menari beramai-ramai setelah istana selesai dibangun. Menurut cerita yang lain, tari Awa mulai ditarikan orang sejak Tokushima dijadikan wilayah administrasi (han) tersendiri.

Musik pengiring menggunakan alat musik yang terdiri dari shamisen, perkusi (taiko dan tsuzumi), genta (kane), dan flute (yokobue). Lagu yang dimainkan adalah lagu populer dari zaman Edo yang berjudul "Yoshikono". Liriknya berupa ajakan kepada penonton untuk turut menari, "Erai yatcha, erai yatcha, yoi yoi yoi yoi, odoru ahō ni miru ahō, onaji ahō nara odorana son son." Lagu "Yoshikono" hanya digunakan untuk mengiringi kelompok tari Awa yang terkenal, sedangkan kelompok tari Awa yang lain menari dengan diiringi seruan "Yatto sā Yatto saā".

Selain dipertunjukkan di Prefektur Tokushima, kelompok tari Awa asal Tokushima sering berkeliling di kota-kota besar di Jepang (khususnya di wilayah Kanto). Di distrik Suginami-ku, Tokyo, tari Awa diselenggarakan kuil Kōenji bersama pusat perbelanjaan di dekatnya.

Akita Kanto Matsuri

Festival yang diadakan di Akita Kanto City, Prefektur Akita, yang terletak di Tohoku, wilayah timur laut Jepang, bersama jajaran Aomori Nebuta itu dan Sendai Tanabata itu sebagai salah satu dari tiga festival Tohoku. Telah ditunjuk sebuah Properti Rakyat Penting berwujud Budaya. Diadakan setiap tahun dari 05-07 Agustus, Festival Kanto adalah untuk meminta panen gandum yang berlimpah. Hal ini telah menjadi simbol dari Akita, area penanaman padi terkemuka. Selama festival, 1,3 juta orang di sepanjang jalan kota.

Pada malam hari ketika panas hari itu akhirnya reda, Kanto Avenue, sekarang ditutup untuk lalu lintas, tiba-tiba tampaknya ditutupi dengan Kanto. Sebuah Kanto adalah array dari banyak lilin menyalakan lentera tergantung pada kerangka bambu dan masing-masing tampak seperti telinga bersinar beras. Semakin besar Kanto, berat sekitar 50 kg (110 lbs.), Naik 12 m (13,2 yd.) Ke udara dan menangguhkan 46 lentera. Dengan lebih dari 200 Kantos, jumlah individu mencapai 10.000 lentera. Pendukung lampu ini 3.000 orang, termasuk pemain yang menunjukkan keterampilan yang indah. Untuk suara seruling dan drum, dan bersorak oleh teriakan-teriakan districtive tradisional, para pemain menyeimbangkan Kanto tanpa mencengkeram kutub, dan menempatkan mereka di telapak tangan mereka, mereka mengangkat mereka lebih tinggi dan lebih tinggi. Sepanjang pinggir jalan, kerumunan penonton senang dan terkesan sebagai pemain pergeseran dan keseimbangan Kanto di dahi mereka, bahu, punggung lebih rendah.

Festival Kanto tanggal kembali ke pertengahan abad ke-18. Ini berasal dari kombinasi ritual meminta panen yang baik dan perlindungan kesehatan fisik dengan membersihkan tubuh dari kotoran dan roh jahat.

Sekitar awal abad ke-19, festival menjadi sebuah acara di mana orang-orang berparade di sekitar jalan-jalan, membawa Kantos untuk memamerkan kekuatan mereka, dan orang-orang membawa 50 Kantos dapat dilihat. Seperti kali berubah, fokus bergeser dari kekuatan untuk kebanggaan dalam teknik. Pada tahun 1931, Lomba Keterampilan Kanto diresmikan dan lingkungan di kota mengirimkan wakilnya untuk bersaing. Hari ini ada kompetisi keterampilan pada hari terakhir festival. Dalam hal ini, beberapa peserta melakukan prestasi keterampilan dengan Kanto besar yang 18 m (19,8 yd.) Tinggi.

Tenjin Matsuri

Tenjinmatsuri (天神祭) adalah festival tahunan (matsuri) yang diselenggarakan di kota Osaka oleh kuil Osaka Temmangu pada tanggal 24 Juli dan 25 Juli. Pembukaan festival (yomiya) diselenggarakan tanggal 24 Juli, sedangkan puncak perayaan berupa prosesi darat (riku togyo) dan prosesi perahu (funa togyo) dilangsungkan pada tanggal 25 Juli.

Sungai Ōkawa yang berada di tengah kota Osaka dipenuhi lebih dari 100 perahu yang melakukan prosesi dan dimeriahkan dengan pesta kembang api. Perahu yang berisi pengikut kuil Osaka Temmangu datang dari arah berlawanan dan berpapasan dengan perahu yang membawa Gohōren. Para sponsor dan undangan lainnya juga dapat naik di atas perahu yang tidak termasuk dalam kelompok prosesi. Penonton yang berada di tepi sungai juga bisa menyaksikan pesta kembang api dan pertunjukan Kagura, Danjiribayashi, Noh dan Rakugo yang diadakan di atas perahu.

Perayaan Tenjinmatsuri juga dilangsungkan berbagai tempat di Jepang oleh kuil Shintō yang menyandang sebutan kuil Tenjin, tapi festival Tenjinmatsuri di Osaka merupakan festival yang paling terkenal. Tenjinmatsuri adalah salah satu dari tiga festival terbesar di Jepang bersama-sama dengan Kanda Matsuri di (Tokyo) dan Gion Matsuri (Kyoto).

hakata gion yamakasa Matsuri

Hakata Gion Yamakasa adalah festival tradisional Kushida Shrine di Fukuoka-kota dan diselenggarakan dari 01-15 Juli. Orang-orang memanggul gunungan yamakasa dan memamerkannya dengan mengelilingi jalan-jalan. Puncak dari festival ini adalah lomba akhir mengapung yang berlangsung pada tanggal 15. Juga, cantik mengapung besar disebut kazari-yama yang dipamerkan di sekitar kota. Festival ini dikatakan bersumber dari legenda  pendiri Shotenji Candi air suci yang menebarkan air suci di jalan untuk menyingkirkan wabah. diadakan pada tanggal 1 Juli, kota Hakata dan menjadi penuh dengan suasana meriah, dengan mengapung lebih dari 10 meter tinggi dipamerkan di 14 tempat di sekitar kota. Puncak dari festival ini adalah sekitar satu menit sebelum 05:00 pada tanggal 15 Juli. Di bawah tatapan mata banyak orang yang telah berkumpul di tengah malam, di tanda drum, laki-laki membawa lari Yamakasa mengapung dengan kecepatan penuh ke jalanan dari Hakata. Festival ini sangat penuh dengan semangat, ditunjuk sebagai warisan rakyat nasional tidak berwujud, layak melihat setidaknya sekali dalam seumur hidup Anda.

Senin, 08 Agustus 2011

Hanabi Matsuri

HANABI adalah bahasa jepang yang artinya “Kembang Api” ( hana = kembang/bunga, bi =api). Hanabi di jepang menjadi acara tahunan, artinya merupakan event yang selalu ada tiap tahun. Hanabi diselenggarakan di musim panas ( akhir Juli sampai akhir agustus), ada juga di daerah tertentu masih menyelenggarakan hanabi sampai bulan september. HANABI diadakan dibeberapa tempat tertentu. Biasanya dekat sungai karena refleksi cahaya di atas air sungai terlihat indah. jadwal waktu dan tempatnya biasanya diumumkan pula di dalam kereta api yang padat penumpang. biasanya, Sebagian besar penikmat Hanabi adalah pasangan anak2 muda. Maklum saja karena menonton kembang api HANABI dua2-an tentu bisa dibilang Romantis. Apalagi kembang api-nya amat indah berwarna warni dan kreatif ber-macam2 bentuk ada yang mirip bunga, air mancur, komet bahkan mirip UFO, bintang galaksi atau planet, dll. Mulai dari anak kecil ( anak yang belum sekolah) , anak muda, keluarga muda sampai kakek nenek mereka suka dengan HANABI. Jadi kalau musim panas belum melihat hanabi rasanya belum lengkap. Begitulah hanabi sepertinya sudah menjadi suatu yang jadi satu dalam kehidupan di sebagian besar orang jepang. Hanabi biasanya diluncurkan didekat tempat yang luas sehingga orang bisa dengan leluasa melihat “api yang berbunga = kembang api” di langit dengan leluasa. Tempat yang sering dipakai untuk peluncurannya adalah di dekat sungai, di dekat laut/pantai, di dekat koen/taman luas.

Minggu, 07 Agustus 2011

Tanabata Matsuri

Tanabata atau Festival Bintang adalah salah satu perayaan yang berkaitan dengan musim di Jepang, Tiongkok, dan Korea. Perayaan besar-besaran dilakukan di kota-kota di Jepang, termasuk di antaranya kota Sendai dengan festival Sendai Tanabata. Di Tiongkok, perayaan ini disebut Qi Xi.
Tanggal festival Tanabata dulunya mengikuti kalender lunisolar yang kira-kira sebulan lebih lambat daripada kalender Gregorian. Sejak kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang, perayaan Tanabata diadakan malam tanggal 7 Juli, hari ke-7 bulan ke-7 kalender lunisolar, atau sebulan lebih lambat sekitar tanggal 8 Agustus.
Aksara kanji yang digunakan untuk menulis Tanabata bisa dibaca sebagai shichiseki (七夕 ?, malam ke-7). Di zaman dulu, perayaan ini juga ditulis dengan aksara kanji yang berbeda, tapi tetap dibaca Tanabata (棚機 ?). Tradisi perayaan berasal dari Tiongkok yang diperkenalkan di Jepang pada zaman Nara.
Tanabata diperkirakan merupakan sinkretisme antara tradisi Jepang kuno mendoakan arwah leluhur atas keberhasilan panen dan perayaan Qi Qiao Jie asal Tiongkok yang mendoakan kemahiran wanita dalam menenun. Pada awalnya Tanabata merupakan bagian dari perayaan Obon, tapi kemudian dijadikan perayaan terpisah. Daun bambu (sasa) digunakan sebagai hiasan dalam perayaan karena dipercaya sebagai tempat tinggal arwah leluhur.
Legenda Qi Xi pertama kali disebut dalam literatur Gushi shijiu shou (古詩十九編, 19 puisi lama) asal Dinasti Han yang dikumpulkan kitab antologi Wen Xuan (文選). Selain itu, Qi Xi juga tertulis dalam kitab Jing-Chu suishi ji (荊楚歲時記, festival dan tradisi tahunan wilayah Jing-Chu) dari zaman Dinasti Utara dan Selatan, dan kitab Catatan Sejarah Agung. Literatur Jing-Chu suishi ji mengisahkan para wanita memasukkan benang berwarna-warni indah ke lubang 7 batang jarum pada malam hari ke-7 bulan ke-7 yang merupakan malam bertemunya Qian Niu dan Zhi Nu, dan persembahan diletakkan berjajar di halaman untuk memohon kepandaian dalam pekerjaan menenun.
Legenda asli Jepang tentang Tanabatatsume dalam kitab Kojiki mengisahkan seorang pelayan wanita (miko) bernama Tanabatatsume yang harus menenun pakaian untuk dewa di tepi sungai, dan menunggu di rumah menenun untuk dijadikan istri semalam sang dewa agar desa terhindar dari bencana. Perayaan Qi Xi dihubungkan dengan legenda Tanabatatsume, dan nama perayaan diubah menjadi "Tanabata". Di zaman Nara, perayaan Tanabata dijadikan salah satu perayaan di istana kaisar yang berhubungan dengan musim. Di dalam kitab antologi puisi waka berjudul Man'yōshū terdapat puisi tentang Tanabata karya Ōtomo no Yakamochi dari zaman Nara. Setelah perayaan Tanabata meluas ke kalangan rakyat biasa di zaman Edo, tema perayaan bergeser dari pekerjaan tenun menenun menjadi kepandaian anak perempuan dalam berbagai keterampilan sebagai persiapan sebelum menikah.
Perayaan dilakukan di malam ke-6 bulan ke-7, atau pagi di hari ke-7 bulan ke-7. Sebagian besar upacara dimulai setelah tengah malam (pukul 1 pagi) di hari ke-7 bulan ke-7. Di tengah malam bintang-bintang naik mendekati zenith, dan merupakan saat bintang Altair, bintang Vega, dan galaksi Bima Sakti paling mudah dilihat.
Kemungkinan hari cerah pada hari ke-7 bulan ke-7 kalender Tionghoa lebih besar daripada 7 Juli yang masih merupakan musim panas. Hujan yang turun di malam Tanabata disebut Sairuiu (洒涙雨 ?), dan konon berasal dari air mata Orihime dan Hikoboshi yang menangis karena tidak bisa bertemu.
Festival Tanabata dimeriahkan tradisi menulis permohonan di atas tanzaku atau secarik kertas berwarna-warni. Tradisi ini khas Jepang dan sudah ada sejak zaman Edo. Kertas tanzaku terdiri dari 5 warna (hijau, merah, kuning, putih, dan hitam). Di Tiongkok, tali untuk mengikat terdiri dari 5 warna dan bukan kertasnya. Permohonan yang dituliskan pada tanzaku bisa bermacam-macam sesuai dengan keinginan orang yang menulis.
Kertas-kertas tanzaku yang berisi berbagai macam permohonan diikatkan di ranting daun bambu membentuk pohon harapan di hari ke-6 bulan ke-7. Orang yang kebetulan tinggal di dekat laut mempunyai tradisi melarung pohon harapan ke laut sebagai tanda puncak perayaan, tapi kebiasaan ini sekarang makin ditinggalkan orang karena hiasan banyak yang terbuat dari plastik.

O-bon Matsuri

Obon (お盆) adalah serangkaian upacara dan tradisi di Jepang untuk merayakan kedatangan arwah leluhur yang dilakukan seputar tanggal 15 Juli menurut kalender Tempō (kalender lunisolar). Pada umumnya, Obon dikenal sebagai upacara yang berkaitan dengan agama Buddha Jepang, tapi banyak sekali tradisi dalam perayaan Obon yang tidak bisa dijelaskan dengan dogma agama Buddha. Obon dalam bentuk seperti sekarang ini merupakan sinkretisme dari tradisi turun temurun masyarakat Jepang dengan upacara agama Buddha yang disebut Urabon.
Tradisi dan ritual seputar Obon bisa berbeda-beda bergantung pada aliran agama Buddha dan daerahnya.
Di berbagai daerah di Jepang, khususnya di daerah Kansai juga dikenal perayaan Jizōbon yang dilakukan seusai perayaan Obon.
Obon merupakan bentuk singkat dari istilah agama Buddha Ullambana Sutra, dan lidah orang Jepang menyebutnya Urabon (盂蘭盆, Urabon), tapi kemudian yang diambil hanya aksara Kanji terakhirnya saja (盆, bon, nampan) ditambah awalan honorifik huruf “O.”
Sutra tersebut menceritakan tentang seorang biksu bernama Mokuren (Mogallana), yang dalam pertapaannya ia melihat ibunya menderita kelaparan di neraka, di mana setiap makanan yg disentuhnya selalu terbakar api. Mokuren lalu memohon pada Shakyamuni Buddha untuk menyelamatkan ibunya dari nasib buruk terbeut. Shakyamuni memerintahkan Mokuren agar dosa-dosa ibunya di masa lalu terampunkan, dia harus membuat persembahan berupa makanan yg terbuat dari bahan-bahan dari darat dan laut kepada kawan-kawan biksunya pada hari terakhir pertapaan mereka (yang berlangsung selama 90 hari dan berakhir pada pertengahan bulan Juli). Setelah memenuhi perintah dari Shakyamuni, Mokuren menari penuh kegembiraan saat ibunya dan 7 generasi nenek moyangnya dibebaskan dari semua siksaan. Tarian inilah yg kemudian diadopsi menjadi tarian Bon Odori.
Kisah ini perlahan berkembang menjadi festival peringatan untuk nenek moyang, dan mengambil wujud yg bermacam-macam di negara-negara yg memiliki banyak penganut Buddha Mahayana, terutama di China, Korea, Jepang dan Vietnam. Festival Obon di Jepang sudah dilaksanakan secara tahunan sejak tahun 657 M. Dalam sekte Jodo Shinshu (salah satu dari sekte aliran kepercayaan di Jepang), festival ini dikenal dengan nama Kangi-E.

Pada mulanya, Obon berarti meletakkan nampan berisi barang-barang persembahan untuk para arwah. Selanjutnya, Obon berkembang menjadi istilah bagi arwah orang meninggal (shōrō) yang diupacarakan dan dimanjakan dengan berbagai barang persembahan. Di daerah tertentu, Bonsama atau Oshorosama adalah sebutan untuk arwah orang meninggal yang datang semasa perayaan Obon.
Asal-usul tradisi Obon di Jepang tidak diketahui secara pasti. Tradisi memperingati arwah leluhur di musim panas konon sudah ada di Jepang sejak sekitar abad ke-8.
Sejak dulu di Jepang sudah ada tradisi menyambut kedatangan arwah leluhur yang dipercaya datang mengunjungi anak cucu sebanyak 2 kali setahun sewaktu bulan purnama di permulaan musim semi dan awal musim gugur. Penjelasan lain mengatakan tradisi mengenang orang yang meninggal dilakukan 2 kali, karena awal sampai pertengahan tahun dihitung sebagai satu tahun dan pertengahan tahun sampai akhir tahun juga dihitung sebagai satu tahun.

Di awal musim semi, arwah leluhur datang dalam bentuk Toshigami (salah satu Kami dalam kepercayaan Shinto) dan dirayakan sebagai Tahun Baru Jepang. Di awal musim gugur, arwah leluhur juga datang dan perayaannya secara agama Buddha merupakan sinkretisme dengan Urabon.
Jepang mulai menggunakan kalender Gregorian sejak tanggal 1 Januari 1873, sehingga perayaan Obon di berbagai daerah di Jepang bisa dilangsungkan pada tanggal:
1. bulan ke-7 hari ke-15 menurut kalender Tempō
2. 15 Juli menurut kalender Gregorian
3. 15 Agustus menurut kalender Gregorian mengikuti perhitungan Tsukiokure (tanggal pada kalender Gregorian selalu lebih lambat 1 bulan dari kalender Tempō).
Pada tanggal 13 Juli 1873 pemerintah daerah Prefektur Yamanashi dan Prefektur Niigata sudah menyarankan agar orang tidak lagi merayakan Obon pada tanggal 15 Juli menurut kalender Tempō
Sekarang ini, orang Jepang yang merayakan Obon pada tanggal 15 Juli menurut kalender Tempō semakin sedikit. Pada saat ini, orang Jepang umumnya merayakan Obon pada tanggal 15 Agustus menurut kalender Gregorian.
Orang yang tinggal di daerah Kanto secara turun temurun merayakan Obon pada tanggal 15 Juli kalender Gregorian, termasuk mengunjungi makam pada sebelum tanggal 15 Juli. Pengikut salah satu kuil di Tokyo selalu ingin merayakan Obon pada tanggal 15 Juli sehingga Obon jatuh pada tanggal 15 Juli, sedangkan pengikut kuil di Prefektur Kanagawa selalu ingin merayakan Obon tanggal 15 Agustus sehingga Obon jatuh pada tanggal 15 Agustus.

Media massa memberitakan perayaan Obon pada tanggal 15 Agustus sehingga orang di seluruh Jepang menjadi ikut-ikutan merayakan Obon pada tanggal 15 Agustus.
Obon pada akhirnya bukan lagi merupakan upacara keagamaan yang merayakan kedatangan arwah leluhur melainkan hari libur musim panas yang dinanti-nanti banyak orang di Jepang. Sekarang Obon lebih banyak diartikan sebagai kesempatan pulang ke kampung halaman untuk bertemu sanak saudara dan membersihkan makam. Obon sama artinya dengan liburan musim panas bagi orang Jepang yang tidak mengerti tradisi agama Buddha.

Ada kemungkinan perayaan Obon mendapat pengaruh dari orang yang mengartikan peristiwa bintang jatuh (hujan meteor) sebagai kedatangan arwah leluhur. Di dalam beberapa kebudayaan, arwah orang yang sudah meninggal sering diumpamakan berubah menjadi bintang, sedangkan peristiwa bintang jatuh paling banyak terjadi bertepatan dengan hujan meteor Perseid tahunan yang mencapai puncaknya beberapa hari sebelum tanggal 15 Agustus.

Tanggal 15 Agustus bagi agama Katolik merupakan hari raya Santa Perawan Maria diangkat ke surga yang banyak dirayakan di Eropa Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Perayaan Obon pada tanggal 15 Agustus juga bertepatan dengan hari peringatan berakhirnya perang (Shūsen kinenbi) yang di luar Jepang dikenal sebagai V-J Day (Victory over Japan Day).